[SF] The Great Deity – Chapter 29 (Edited)

Chapter 29

 

Alamat yang dikirimkan oleh Baek Woo adalah alamat sebuah rumah kecil dengan halaman yang cukup luas, khas pedesaan dengan banyak tanaman hias yang terjaga dengan baik. Selepas sarapan mereka bertiga pergi ke alamat tersebut. Dengan beberapa kali bertanya pada warga sekitar, mereka berjalan sekitar kurang lebih dua puluh menit dari kedai tempat mereka sarapan tadi ke rumah dengan cat putih dengan pagar kayu.

Siwon berjalan di depan, membuka pintu pagar kayu dan terus melangkah menuju pintu depan. Ini baru pukul enam lewat dua puluh tiga menit. Masih terlalu pagi untuk bertamu. Apalagi bertamu di rumah orang asing. Namun, mereka tidak bisa menyia-nyiakan waktu.

Seungwoo berjalan di belakang Siwon, baru Kyuhyun yang memperhatikan sekitar rumah tersebut. Jika informasi yang dikirimkan oleh Baek Woo benar, maka penghuni rumah ini bekerja di sebuah perternakan lebah yang menghasilkan madu. Tidak heran jika ada banyak tanaman bunga hias dan terlihat begitu terawat. Atau mungkin mereka memang suka berkebun.

Kemudian, Kyuhyun bergegas menghampiri rumah utama ketika Siwon mengetuk pintu. Kini mereka hanya berharap keluarga Yoo yang tinggal di rumah ini bisa membantu mereka.

“Siapa, ya?”

Terdengar suara wanita dan pintu terbuka perlahan memperlihatkan sosok yang sama sekali tidak mereka duga.

“Nyonya Yoo Inna?!”

*****

“Berhenti menatapku secara sembunyi-sembunyi jika kamu takut padaku.”

Wooseok tersentak saat mendengar Lee Sungjun bicara begitu ketus. Jelas itu ditujukan pada Wooseok karena dia memang sering-kali melirik pada pemuda itu sejak semalam dan hingga mereka sarapan tadi. Dan, kini mereka tengah bersiap untuk rencana apapun yang sudah disiapkan oleh para orang dewasa, karena Perdana Menteri Joo mengatakan hari ini mungkin akan menjadi penentuan.

Di ruangan yang sama, ada Byungchan dan Seungyoun yang juga tengah bersiap memakai uniform yang sudah disiapkan oleh militer. Keduanya menoleh pada Sungjun yang berada di sisi lain ruangan, agak jauh dari posisi Wooseok. Tapi jelas sekali lagi, mereka bisa merasakan kejengkelan Sungjun dengan sikap Wooseok.

Sebenarnya Byungchan dan Seungyoun sudah memberitahu Wooseok untuk mengabaikan Sungjun jika dia merasa tidak nyaman dengan pemuda tersebut. Tapi mungkin Woosoek sendiri masih penasaran dengan sosok Sungjun yang hanya dari penampilan luar benar-benar begitu mirip dengan Jinhyuk.

Hanya saja, Sungjun sepertinya cukup peka dengan sikap Wooseok padanya.

Wooseok terlihat gagap untuk merespon ucapan Sungjun. Dan begitu Sungjun berjalan ke arahnya, sontak Wooseok segera bersembunyi di balik punggung Byungchan yang berdiri dekatnya. Seungyoun sendiri berdiri di samping Byungchan.

“Jangan begitu, Sungjun,” ucap Seungyoun.

Bibir Sungjun tersungging. “Seharusnya itu yang kamu ucapkan pada temanmu itu, Cho. Karena dia yang terus-menerus memandangiku. Sejak semalam, aku sudah berusaha mengabaikan tingkahnya. Tapi di matanya, seperti aku ini adalah binatang sirkus.”

“Aku tidak berpikirkan seperti itu!” seru Wooseok dari balik punggung Byungchan.

Sungjun sedikit menelengkan kepalanya, memperhatikan Wooseok yang kembali bersembunyi. “Jika bukan binatang sirkus lalu apa? Dua temanmu sendiri melihat bagaimana aku terbangun di sebuah tabung. Ah… mungkin lebih tepatnya, hasil eksperimen dari ilmuwan gila.”

“Jangan bicara sekasar itu, Sungjun.”

Keempat pemuda itu menoleh saat pintu terbuka dan Changmin masuk ke dalam ruangan. Pria itu memakai uniform yang sama dengan yang mereka kenakan dan terus berjalan menghampiri mereka, mungkin lebih tertuju pada Sungjun. Kemudian Changmin menyodorkan ponsel pada Sungjun yang menampilkan sebuah foto.

“Siwon menemukan ibumu. Well… Kita mungkin belum bisa memastikan apakah kamu benar anak dari Yoo Inna dan Lee Dongwook. Tapi dengan kita menemukan Yoo Inna setelah dua puluh tahun lebih itu adalah sebuah berita baik.”

Jelas sekali, empat pemuda itu terlihat terkejut saat mendengar informasi kalau Yoo Inna sudah ditemukan. Rasanya baru semalam mereka bicara soal kemungkinan Yoo Inna dan Lee Dongwook diduga menjadi ‘korban’ Project Deity dan pagi ini wanita itu sudah ditemukan dengan mudah. Padahal puluhan tahun lalu, tidak ada yang bisa menemukannya.

“Ta-tapi… bukankah sebelumnya team rescue saja tidak bisa menemukan beliau. Lalu kenapa hari ini…?!” tukas Seungyoun.

Changmin melirik Sungjun yang masih fokus menatap foto Yoo Inna lalu menghela nafas pendek. “Entah, aku juga tidak tahu. Tapi semalam Baek Woo mendapatkan beberapa informasi terkait keturunan keluarga Ryu yang masih tinggal di Korea. Salah satunya ternyata tinggal di Hwacheon, jadi dia memberitahu Siwon terkait informasi tersebut. Dan begitu, mereka pergi mengecek alamat itu ternyata yang tinggal di sana adalah Yoo Inna. Dan selain itu, tidak sulit mengenali sosok Yoo Inna walaupun dengan wajahnya yang….” Changmin tidak meneruskan ucapannya.

Ya, di foto tersebut wajah Yoo Inna terdapat bekas luka bakar di dekat area mata kanannya. Entah ada kejadian apa hingga membuat wajahnya menjadi seperti itu. Siwon pun belum menjelaskan apapun. Changmin sendiri belum mendapatkan balasan dari Kyuhyun setelah dia mengirimkan email berisi peringatan untuk sahabatnya mengawasi pria tersebut.

Mungkin situasi di sana sama kacaunya dengan situasi di sini.

“Aku ingin menemuinya,” ucap Sungjun sembari menatap Changmin lekat. “Aku ingin menemui ibuku. Dan bertanya… apa benar aku ini anaknya.”

*****

“Pak Choi, apa kita harus membawa Nyonya Yoo Inna? Apa itu tidak berbahaya?” tanya Seungwoo pelan. Dia tidak ingin wanita yang berjalan di depannya bersama Kyuhyun mendengarkan apa yang dia ucapankan.

Siwon melirik pemuda itu sekilas lalu menghela nafas pendek. “Aku juga tidak tahu apakah dengan membawa Yoo Inna ikut-serta hanya akan membahayakan nyawanya atau bahkan nyawa kita semua. Tapi jika beliau tidak ingin kembali berhubungan dengan Project itu, maka saat Kyuhyun bertanya apakah beliau bisa membantu, beliau bisa menolaknya. Kita juga tidak akan memaksa, bukan?”

Ya, itu benar. Yoo Inna bisa saja menolak, tapi belia malah menawarkan diri untuk membantu mereka. Dengan beberapa informasi terbaru terkait apa yang dialaminya puluhan tahun lalu. Asumsi soal Yoo Inna dan Lee Dongwook yang diculik itu ternyata benar. Walaupun mereka sama sekali tidak tahu siapa pelakunya dan menganggap itu seperti perdagangan manusia.

Seungwoo bergumam dan memperhatikan sosok wanita tersebut. Sejujurnya, Seungwoo merasa kalau Yoo Inna sangatlah berani, terlebih ketika beliau menceritakan soal bagaimana dirinya bisa kabur dari tempat mereka disekap walaupun harus mendapatkan luka di wajahnya. Jika Seungwoo berada di posisinya (atau mendiang Lee Dongwook) mungkin dia tidak akan selamat. Dan, Seungwoo hanya berharap kalau Jinhyuk bisa bertahan dan selamat, seperti Yoo Inna.

Selain itu berdasar cerita dari Yoo Inna atau kini mengganti namanya menjadi Yoo In Young, dibandingkan kembali ke keluarganya setelah kabur, beliau malah memilih tinggal di desa ini dengan mengganti namanya. Yoo Inna mengatakan kalau jika kembali ke keluarganya, itu hanya akan membahayakan mereka semua. Terlebih dengan suaminya, Lee Dongwook yang meninggal di tangan orang-orang itu.

Namun, dengan semua cerita heroik dan mengharukan itu Yoo Inna sama sekali tidak mengungkit terkait soal anak atau hal-hal yang dilakukan orang-orang itu padanya dan juga mendiang Lee Dongwook. Dan itu sedikit menganggu Siwon. Oke, sangat menganggu Siwon. Dan pria itu juga yakin kalau Kyuhyun juga begitu tergelitik untuk bertanya lebih jauh. Tapi mereka sudah dikejar oleh waktu.

Bukan hanya Kyuhyun saja ternyata, Siwon juga mempunyai keraguan yang sama dengannya. Yakni bagaimana Baek Woo dengan mudahnya mengetahui soal keturunan keluarga Ryu yang berganti nama marga menjadi Yoo yang tinggal di desa ini. Dan langsung tertuju pada sosok Yoo Inna langsung.

Siwon memang tahu persis kalau sahabatnya itu mempunyai cara tersendiri untuk mendapatkan informasi bahkan untuk hal tersulit sekali pun. Namun, dengan situasi sekarang ini Siwon tidak yakin kalau Baek Woo masih bisa menggunakan cara yang sama untuk mencari informasi terkait keluarga Ryu yang masih tinggal di Korea.

Ditambah, wanita itu sendiri yang mengatakan setelah kabur dari tempat ia disekap, Yoo Inna memilih untuk mengganti nama dan tidak memberitahu keluarganya. Apa informasi yang didapatkan Baek Woo hanya sebuah kebetulan? Atau mungkin sebenarnya Yoo Inna sempat menghubungi keluarganya, tapi akhirnya memilih untuk bersembunyi dan mengganti identitasnya untuk menjaga keselamatan keluarganya?

Ada banyak lubang informasi di sana-sini hingga seberapa keras Siwon berusaha untuk mengurutkan kronologi seluruh kejadian ini, tetap saja terasa tidak masuk akal. Siwon membutuhkan informasi lebih banyak.

Selain itu, Siwon yakin kalau Kyuhyun pasti juga menyadari hal tersebut. Bukan hanya pada informasi yang mereka dapatkan dari Yoo Inna tapi juga dari Baek Woo. Pria itu adalah jurnalis investigasi, rasanya tidak mungkin Kyuhyun tidak merasakan kejanggalan atas informasi yang mereka ketahui. Hanya saja, mereka tidak bisa langsung menuduh Baek Woo ataupun Yoo Inna dengan sembarangan. Itu bisa saja akan merugikan mereka.

Untuk saat ini, mereka akan mengikuti rencana sebelumnya, hanya saja ditambah dengan Yoo Inna yang ikut terlibat.

“Hey, Senator Choi!” seru Kyuhyun dengan sedikit berbalik. “Sudah mendapatkan kabar dari Cheongwadae?”

Siwon mengeluarkan ponselnya. Oh, ternyata ada beberapa pesan baru dari Baek Woo. Dia membacanya sekilas dan sedikit menghela nafas lega.

“Mereka akan ke sini. Dengan membawa beberapa bantuan.”

Kyuhyun mengangguk. “Good. Sekarang kita hanya perlu memikirkan bagaimana mengevakuasi warga sekitar tanpa menimbulkan keributan.”

*****

Il Ryong merasa canggung saat dia memakai tactical uniform yang sudah dipersiapkan untuknya. Mungkin karena dirinya juga tidak pernah mengikuti wajib militer karena selalu fokus dengan akademiknya. Il Ryong memang sempat mengikuti pelatihan militer, tapi rasanya itu tidak akan membanyak membantu di situasi sekarang ini.

Tapi reaksi berbeda ditunjukkan oleh Baek Woo. Pria itu bersiul melihat tunangan dalam balutan tactical uniform serba hitam tersebut. Il Ryong hanya mendengus dengan reaksi tunangannya lalu memakai kacamata yang dia letakkan di atas meja. Dia memperhatikan Baek Woo yang juga memakai pakaian serupa dengannya.

“Semuanya sudah siap?” tanya Il Ryong.

Baek Woo bergumam. “Walaupun sedikit perdebatan antara Sungjun dan Wooseok.”

“Kenapa?” tanya Il Ryong dengan kening mengernyit.

“Kamu lihat sendiri bagaimana reaksi Wooseok saat bertemu Sungjun. Anak itu terlihat menghindarinya, hanya saja sepertinya Sungjun pun merasa tidak nyaman dengan sikap Wooseok. Jadi, setelah sarapan tadi Sungjun memilih mengkonfrontasi Wooseok,” tutur Baek Woo.

Il Ryong menghela nafas pendek. Sepertinya itu tidak bisa terelakkan. Dengan sekali melihat saja, Il Ryong bisa menebak bagaimana perangai pemuda itu. Mungkin juga karena dia baru saja terbangun dari fase krioniknya, jadi kondisi emosionalnya masih belum stabil.

Ditambah pemuda itu baru saja mengetahui kalau bisa saja seluruh hidupnya adalah hasil fabrikasi. Ya, semalam mereka menjelaskan soal situasi yang sedang terjadi. Dan hal-hal yang mungkin terdengar tidak masuk bagi pemuda itu, termasuk soal ingatannya yang sudah dimanipulasi.

 “Ya, memang akan sulit. Haruskah kita memisahkan mereka? Lagipula kita juga tidak bisa membahayakan mereka semua. Akan jauh lebih baik jika mereka bertiga tetap berada di Seoul, bukan?” tutur Il Ryong.

“Seoul bahkan bukan tempat yang aman sekarang ini, Il Ryong.” ujar Baek Woo.

Il Ryong bergumam. “Memang. Tapi akan jauh lebih baik jika mereka tidak harus ikut terlibat dalam masalah ini lebih jauh. Karena mereka tidak tahu apa-apa. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya saat kita menemukan cara pergi ke gunung baekdu.”

“Jika mereka tetap di Seoul, apakah kamu akan menitipkan tiga pemuda itu pada Jenderal Song?”

Il Ryong menggeleng. “Jenderal Song yang akan memimpin operasi Shinsi. Lagipula mereka tidak akan banyak membantu nantinya. Mungkin akan mereka bisa bergabung dengan Tuan Han.”

“Tuan Han? Maksudmu dengan ayah Han Seungwoo?”

*****

Wooseok memperhatikan dua helicopter militer yang berada di landasan belakang gedung Cheongwadae. Dia tidak terlalu paham dengan jenis yang dijelaskan oleh Seungyoun dengan begitu bersemangat. Ya, Wooseok dan Byungchan memang tahu bagaimana ketertarikan Seungyoun pada alutsista militer, tapi pemuda itu malah terjebak di jurusan hukum. Dan yang bisa Wooseok ingat dari penjelasan panjang Seungyoun kalau helicopter itu adalah buatan KAI (Korea Aerospace Industries) yang diperkenalkan di tahun 2013 lalu.

“Hey…” panggil Byungchan yang menghampirinya. “Kita harus pergi sekarang, Wooseok.”

Ya, ada perubahan rencana.

Mereka bertiga tidak akan ikut pergi ke Hwacheon, melainkan akan tetap berada di Seoul. Wooseok berpikir mungkin salah satu alasan kenapa mereka tidak dilibatkan adalah karena perdebatannya dengan Sungjun tadi. Lainnya, Paman Baek Woo mengatakan kalau rencana ini terlalu berbahaya bagi mereka yang sebenarnya tidak mempunyai keterlibatan apapun sejak awal. Jadi, mereka lebih baik membantu di tempat lain.

Tapi mereka tidak diberitahu di mana tempat lain itu.

“Wooseok?”

Wooseok tersentak dan mengangguk. Lalu dia mengikuti Byungchan menuju mobil yang sudah disiapkan untuk mengantarkan mereka. Sementara Seungyoun sendiri terlihat tengah masih bicara dengan Paman Changmin. Wajahnya begitu serius. Entah apa yang mereka bicarakan.

Wooseok lalu melirik ke arah lainnya. Pandangannya jatuh kepada sosok Sungjun yang tengah mengikat tali sepatu bootnya. Pemuda itu akan tetap ikut pergi ke Hwacheon. Lalu, Sungjun mengangkat kepalanya dan kedua mata mereka bertemu. Wooseok terkejut lalu buru-buru mengalihkan pandangan dan setengah berlari mendekati Byungchan.

Sungjun sendiri hanya mendengus dengan reaksi Wooseok. Pemuda berusaha untuk tidak peduli.

Tak lama, Seungyoun menghampiri Wooseok dan Byungchan yang menunggu di dekat mobil SUV hitam dengan pengemudinya adalah tentara militer.

“Apa yang kamu bicarakan dengan Paman Changmin?” tanya Byungchan penasaran.

Seungyoun hanya menunjukkan sebuah pager yang diberikan oleh Changmin tadi. “Untuk alat komunikasi nanti. Paman Changmin menjelaskan bagaimana menggunakannya tadi.”

“Itu…pager?” tukas Wooseok.

“Begitulah. Aku sepertinya pernah melihat satu, punya ibuku dulu. Kata Paman Changmin ini akan berguna nantinya. Lagipula saat semua jalur komunikasi berbasis satelit dimatikan, maka satu-satunya yang bisa kita gunakan hanyalah frekuensi radio AM dan FM.”

“Seungyoun…” ucap Byungchan serius. “Aku sama sekali tidak mengerti dengan ucapanmu itu.”

Seungyoun hanya terkekeh. Sejujurnya, dia juga tidak paham dengan ucapan Paman Changmin. Tapi jika pager ini merupakan satu-satunya cara mereka berkomunikasi nanti, maka Seungyoun akan menjaganya dengan hati-hati agar tidak hilang.

“Kalian harus segera pergi,” ucap Il Ryong yang menghampiri mereka lalu menyerahkan tas laptop milik ayah Kyuhyun pada Wooseok. “Bawa ini dan berikan pada yang berwenang di sana.”

Wooseok menerima tas laptop itu dan mengangguk. Ketiganya lalu berpamitan dengan Il Ryong sebelum masuk ke dalam mobil. Il Ryong tersenyum pada tiga pemuda itu lalu melambaikan tangan saat mobil SUV itu melaju pergi.

Baek Woo menghampiri Il Ryong. “Kamu mengambil keputusan yang berani. Tapi begitu gegabah.”

“Apa maksudmu, Baek Woo?” tukas Il Ryong yang kemudian menatap sang tunangan setelah mobil SUV itu sudah menjauh.

Baek Woo lalu merapikan sedikit bagian kerah dari uniform Il Ryong. “Kamu tidak bisa menipuku, Il Ryong. Di dalam tas laptop itu, kamu juga memasukkan beberapa dokumen negara yang sangat penting, bukan?”

“Hanya kopian saja. Untuk berjaga-jaga.”

*****

Jinhyuk terbangun ketika dia merasakan tusukan jarum tajam di lengan atas tangan kirinya. Matanya masih ditutup. Tapi karena hanya dokter Jung Tae Hwan yang mengetahui keberadaannya, Jinhyuk tidak terlalu khawatir.

“Dokter Jung?”

“Maaf, aku harus menyuntikmu seperti ini. Karena aku tidak bisa memberikanmu makanan, jadi hanya ini yang bisa kulakukan untuk membuatmu tetap hidup.”

Jinhyuk sendiri tidak tahu apa yang disuntik padanya. Tapi setelahnya, Jinhyuk merasa kalau perlahan tubuhnya sudah tidak selemas sebelumnya. Apalagi ini sudah lewat dua puluh empat jam dari terakhir Jinhyuk makan sesuatu. Dokter Jung Tae Hwan benar-benar menyelamatkannya.

“Buka mulutmu,” ucap dokter Jung.

Jinhyuk menurut. Dan begitu dia membuka mulut, dokter itu menyuapkan sesuatu. Coklat. Jinhyuk membiarkan coklat itu perlahan lumer di dalam mulutnya.

“Makan perlahan. Kamu hanya perlu bertahan sebentar lagi. Mereka akan segera datang. Jadi, kamu perlu bertahan beberapa jam lagi. Mengerti?”

Jinhyuk menelan semua coklat itu lalu mengangguk. Mereka yang dimaksud oleh dokter Jung adalah orang-orang yang akan datang menyelamatkannya. Ya, Jinhyuk bisa menunggu selama beberapa jam. Dia tidak akan kalah sekarang. Dokter itu kembali menyuapkan sebuah coklat ke dalam mulut Jinhyuk.

“Tapi mereka benar-benar sedang melawan dengan waktu sekarang ini. Dan aku tidak tahu berapa lama bisa menutupi soal kematianmu.”

*****

“Jelaskan lagi soal rencana Baek Woo dan Perdana Menteri Joo,” ucap Kyuhyun pada Siwon.

“Total shutdown,” tutur Siwon sembari memperhatikan Yoo In Young (Inna) dan Han Seungwoo yang tengah memberikan pengarahan pada warga desa untuk melakukan evakuasi dibantu oleh satu kompi militer dari kamp militer terdekat.

Memang bantuan yang Baek Woo janjikan belum datang, tapi tentara militer dari kamp terdekat telah diturunkan untuk melakukan evakuasi awal. Sedikit mengalami hambatan karena warga desa merasa kalau mereka tidak dalam bahaya. Itulah dibutuhkan peran Yoo In Young yang sudah lama dikenal oleh mereka.

Kyuhyun menghela nafas. “Itu terlalu beresiko, bukan?”

“Ya. Apalagi dengan situasi DEFCON2 yang masih aktif dan juga virus komputer Project Deity yang mengambil-alih sistem pemerintahan. Tapi Il Ryong tidak akan membuat keputusan gegabah yang bisa membahayakan seluruh negeri,” ucap Siwon.

Sejujurnya, itu terdengar begitu ironis.

Karena apa yang terjadi hari ini adalah keserakahan keluarga mereka sendiri yang sejak masa dulu. Bahkan jika setelah puluhan tahun rencana itu terhenti, harusnya mereka tidak memulainya lagi. Dan kini, keturunan mereka yang harus berusaha keras untuk menghentikan semua rencana tersebut.

“Dan berapa lama total shutdown ini akan berlangsung? Karena sejujurnya, aku bahkan tidak bisa membayangkan kalau pasokan listrik dan mematikan jaringan komunikasi untuk seluruh semenanjung Korea dengan secara sengaja. Kejadian kemarin saja sudah membuat panik seluruh negeri, walaupun… Aku bahkan tidak tahu bagaimana Joo Il Ryong bisa melakukan persiapan evakuasi seluruh negeri dalam waktu singkat.”

Sejujurnya, Siwon tidak tahu berapa lama total shutdown itu akan berlangsung. Karena menurut Il Ryong, total shutdown ini adalah langkah akhir untuk mengambil-alih seluruh sistem pemerintahan yang sudah sudah dikuasai oleh virus komputer Project Deity. Memang ada kemungkinan ketika total shuthown terjadi, maka virus komputer itu akan berusaha mengambil-alih dengan menyalakan kembali seluruh jaringan listrik dan komunikasi serta internet sebelum mereka berhasil. Oleh karena itu, mereka membutuhkan timing yang tepat.

Resiko lainnya adalah total shutdown tidak hanya berdampak di wilayah Korea Selatan saja, tapi juga jaringan Korea Utara. Karena mereka juga mendapatkan laporan kalau kemarin Korea Utara juga mendapatkan serangan yang sama dan belum pulih hingga sekarang. Jadi, Il Ryong mungkin membuat kesepakatan dengan pemerintah Korea Utara untuk membantu, tapi dengan segala resiko yang akan mereka hadapi bersama.

Seluruh semenanjung Korea akan terbuka terhadap serangan apapun.

Hal buruk lainnya, Il Ryong juga mengatakan kalau speacial team-nya tidak ada yang bisa memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan. Mungkin paling lama satu jam. Dan dalam waktu satu jam saat total shutdown dilakukan, mereka sudah harus mengetahui cara bagaimana mereka bisa memasuki wilayah Korea Utara dan mencari cara menuju gunung baekdu. Tapi tetap saja…

Siwon menghembuskan nafas pendek, lalu menoleh sekilas ketika ada bus lainnya yang datang untuk evakuasi warga. Diikuti oleh Seungwoo datang untuk memberikan laporan padanya. Pemuda itu terlihat kelelahan dengan keringat yang membasahi wajah dan lehernya. Kyuhyun menyodorkan botol minum pada pemuda itu. Seungwoo menerimanya dan mengucapkan terima kasih.

“Sebagian besar warga sudah dievakuasi. Tapi Nyonya Yoo masih mencoba membujuk beberapa keluarga, karena mereka tidak ingin meninggalkan rumah dan hewan-hewan ternak mereka,” ucap Seungwoo sembari membuka botol air mineral tersebut.

Siwon mengangguk. “Kerja bagius, Han. Kurasa bus itu untuk membawa evakuasi yang terakhir, bukan?”

Seungwoo melirik bus kuning besar yang baru saja datang. Beberapa tentara langsung membantu warga untuk masuk ke dalam bus tersebut. Setelah minum beberapa teguk, Seungwoo langsung bergegas untuk membantu para tentara itu lagi.

“Dia sedang berusaha mendistraksi pikirannya, bukan,” sahut Kyuhyun.

Siwon belum sempat mengatakan karena tiba-tiba ada hembusan angin yang begitu kencang, disambung dengan terdengarnya suara helicopter yang terbang mendekat. Kyuhyun dan Siwon mendongak dan melihat ada dua helicopter yang terbang rendah untuk mencari tempat mendarat.

“Temanmu memang tahu cara masuk yang begitu dramatis.”

*****

Tempat rahasia yang dimaksud oleh Perdana Menteri Joo adalah sebuah bunker lama yang dibangun ketika masa perang puluhan tahun lalu di Pocheon. Mobil SUV yang membawa mereka berhenti di sebuah rumah tua. Seungyoun dan Byungchan berpikir agak mirip dengan rumah di kaki gunung Cheonggyesan, tempat mereka menemukan Sungjun.

Tapi jelas sekali, bahwa rumah tua itu hanyalah decoy untuk pintu masuk bunker.

Tiga pemuda itu sampai di Pocheon pada sebelum tengah hari. Dan begitu sampai, mereka sudah ditunggu oleh beberapa orang, diantaranya sepertinya adalah jenderal militer dengan nametag Song, seperti yang dikatakan oleh Perdana Menteri Joo. Dan, seorang pria civilian yang wajahnya terasa tidak asing.

“Han Jungwoo, Ayahnya Kak Seungwoo,” gumam Wooseok.

Seungyoun dan Byungchan sontak menoleh pada pemuda itu. Dari mana Wooseok mengetahuinya? Bahkan fakta bahwa Direktur Han Tech adalah ayah dari Han Seungwoo saja baru mereka ketahui beberapa hari lalu. Tapi jika diperhatikan sosok Han Jungwoo terlihat agak mirip dengan Seungwoo. Jadi, mungkin Wooseok hanya menebak dengan cara seperti itu.

Han Jungwoo menghampiri dan tersenyum pada ketiganya. “Choi Byungchan, Cho Seungyoun dan Kim Wooseok, benar?”

Tiga pemuda itu mengangguk dan sedikit membungkuk memberi salam. Kemudian Wooseok menyodorkan tas laptop yang sedari tadi dibawanya.

“Pak Perdana Menteri mengatakan kalau ini harus diberikan pada pihak yang berwenang,” ucap Wooseok.

Kali ini Jenderal Song yang maju dan mengambil tas laptop tersebut. Han Jungwoo menghembuskan nafas lega.

“Kalian telah bekerja keras. Saat Pak Joo mengatakan bahwa dia akan mengirimkan special team untuk mengantarkan laptop itu, aku tidak tahu kalau beliau akan mengirimkan tiga pemuda pemberani. Dan, sebaiknya kita segera masuk. Kita harus bersiap untuk rencana selanjutnya,” tutur Jenderal Song.

Han Jungwoo lalu mengajak ketiganya untuk memasuki rumah tersebut. Dengan mengikuti Jenderal Song yang berjalan menuju basement di mana ada sebuah tangga yang merupakan jalur utama bunker.

“Paman Han…” ucap Byungchan.

Han Jungwoo menoleh. “Ya?”

“Kak Seungwoo… kami yakin dia baik-baik saja. Karena Kak Seungwoo sedang bersama dengan Senator Choi. Lagipula kami dengar Pak Joo juga sedang dalam perjalanan menuju Hwacheon.”

Han Jungwoo terdiam untuk sejenak lalu tersenyum. “Aku tahu. Anak itu memang sering membuat masalah, tapi dia bisa menjaga dirinya sendiri jadi aku tidak terlalu khawatir.”

*****

Seungwoo melirik pemuda yang memiliki wajah begitu mirip dengan Jinhyuk, berjalan berdampingan dengan Changmin dan Kyuhyun untuk beberapa detik lalu fokus untuk menjaga langkah kakinya agar tidak tersandung seperti kemarin. Sejak rombongan Perdana Menteri Joo datang, Seungwoo hanya melihat sekilas pemuda itu dari jauh dan lebih memilih membantu menyelesaikan proses evakuasi.

Sebelum tengah hari, seluruh warga desa sudah dievakuasi ke tempat yang lebih aman. Selain itu, pihak militer sudah menutup seluruh jalur masuk sekitaran desa atas perintah Perdana Menteri Joo Il Ryong. Dan begitu desa sudah kosong, meninggalkan mereka bersembilan, termasuk Sungjun dan Nyonya Yoo In Young (beliau memaksa mereka harus memanggilnya dengan namanya yang baru dibandingkan nama lamanya), mereka menyusuri jalan mendaki ke arah gunung yang kemarin dilalui oleh Siwon, Kyuhyun dan Seungwoo.

Bahkan mereka sempat berhenti di area ditemukannya bangkai binatang yang hari ini benar-benar sudah busuk hingga sulit untuk diperiksa apakah ada bekas jarum suntik. Kyuhyun menjelaskan hipotesanya soal seluruh darah binatang yang diambil secara sengaja dan bangkainya dibuang ke area ini, termasuk soal keterkaitannya dengan sepuluh simbol panjang umur yang kemarin mereka bahas. Il Ryong mengatakan kalau hipotesa Kyuhyun mungkin hampir seratus persen benar.

Setelah itu mereka kembali mendaki dengan bantuan alat gps yang dibawa oleh Seungwoo. Sepanjang pendakian hanya ada minim pembicaraan. Situasinya begitu tegang karena Perdana Menteri Joo mengatakan kalau mereka harus bisa menemukan terowongan itu sebelum waktu total shutdown itu dilakukan.

Dan karena masih siang, mereka tidak begitu kesulitan untuk menemukan jalur yang lebih aman untuk menuju lokasi semalam. Jika semalam butuh hampir dua jam, sekarang hanya butuh waktu satu setengah jam, sampai mereka sampai di lokasi.

“Di sini!” tukas Siwon yang menjadi petunjuk jalan.

Mereka sampai di lokasi dua pohon pinus besar yang kemarin mereka temukan. Dengan cahaya matahari yang cukup, kini Seungwoo benar-benar terkejut dengan ukuran pohon tersebut. Dan mereka bisa melihat jelas area kosong di antara dua pohon itu. Jelas sekali ada yang ditutupi. Mereka berada di hutan dengan pepohonan yang rimbun. Terlebih dengan sepanjang jalan juga tumbuhan semak belukar setinggi pinggang. Rasanya aneh saja jika ada area kosong secara alami.

Joo Il Ryong yang pertama berjalan mendekati salah satu pohon pinus tersebut. Diikuti oleh Baek Woo.

“Apa benar ini tempatnya? Tidak ada apa-apa di sini.” tanya Baek Woo. “Kalian yakin memasukin koordinat yang benar?”

“Aku sudah mengecek beberapa kali saat memasukkan koordinat yang diberikan oleh Perdana Menteri Joo,” ujar Seungwoo. “Aku yakin alat gps tidak salah menunjukkan jalan.”

Il Ryong mendesah pelan. Tidak ada waktu untuk berdebat mengenai apakah ini adalah titik koordinat yang benar atau tidak. “Kita tidak mempunyai waktu. Jika ini alat gps menunjukkan ini adalah tempat koordinat dari terowongan infiltrasi ke lima itu, pasti jalan masuknya masih tersembunyi di antara semak belukar dan pepohonan ini.”

Tapi mereka sama sekali tidak apapun yang terlihat mencurigakan di sekitar area dua pohon pinus tersebut. Apakah pintu masuk terowongan berada di bawah tanah? Karena sudah puluhan tahun, bisa saja pintu masuk itu sudah tertutup oleh longsoran tanah di area gunung ini? Namun yang paling membuat frustasi adalah mereka tidak membawa alat-alat yang bisa membantu ‘membuka’ pintu masuk itu.

Kemudian Sungjun yang sedari tadi memperhatikan salah satu pohon pinus besar lalu berjalan menghampiri Seungwoo dan bertanya, “Punya pisau?”

Seungwoo agak terkejut saat Sungjun menanyakan benda itu. Tapi dia menyimpan pisau lipat di sakunya. Haruskah dia memberikan pisau lipat itu pada Sungjun? Seungwoo melirik para orang dewasa yang sama sekali tidak membantunya untuk membuat keputusan. Seungwoo menghela nafas dan akhirnya dia memberikan pisau lipat itu pada Sungjun.

“Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Baek Woo.

“Hanya berhipotesa,” gumam Sungjun seraya membuka lipatan pisau itu lalu melukai telapak tangannya.

Tindakannya itu membuat kaget semua orang, tapi Sungjun tidak terlalu peduli. Dengan tangan yang berdarah, Sungjun berjalan mendekati pohon pinus. Lalu pemuda itu mengepalkan tangannya yang terluka hingga darah terus menetes cukup banyak ke tanah, tepat di atas akar pohon.

“Karena semalam kalian mengatakan soal genetika yang berkaitan dengan apapun yang namanya Project Deity, maka aku berpikir darahku mungkin bisa membantu,” tutur Sungjun.

Tiba-tiba terdengar suara dentuman yang begitu keras. Sama persis dengan suara dentuman yang mereka dengar dua hari sebelumnya, di malam ketika pasokan listrik padam untuk yang pertama kali. Kali ini ditambah dengan adanya getaran tanah yang hebat, seperti gempa bumi. Dan tepat di hadapan mereka, area kosong di antara dua pohon pinus itu bergerak turun membentuk seperti pintu masuk terowongan.

Semua orang begitu terkejut. Mereka sama sekali tidak memperkirakan pintu masuk terowongan yang mereka cari menggunakan darah sebagai triggernya. Mungkin lebih spesifik darah Jinhyuk dan juga Sungjun.

Seungwoo menatap Sungjun dengan lekat. Jika diingat, saat suara dentuman keras itu terdengar pertama kali adalah ketika Jinhyuk harus melakukan operasi di rumah sakit dekat Cheonggyesan akibat kecelakaan. Hanya saja, lokasi kecelakaan Jinhyuk bahkan begitu jauh dari tempat ini. Jika memang darah (Jinhyuk, lebih spesifik) menjadi triggernya, bagaimana mereka mendapatkan darah Jinhyuk? Atau mereka bisa menggunakan darah siapa dan apa saja?

Baek Woo menghampiri Sungjun untuk mengambil pisau lipat itu dari tangannya. Dan Yoo Inyoung meraih tangan Sungjun yang terluka untuk dibersihkan dan lukanya ditutupnya dengan syal kain yang terkalung di lehernya.

“Jangan lakukan itu lagi. Apa kata ibumu jika anaknya bertindak ceroboh dengan melukai dirinya seperti ini,” tutur Yoo In Young.

Il Ryong yang pertama kali memeriksa pintu masuk terowongan tersebut. Terlihat bukan seperti terowongan yang dibuat semasa perang. Jelas berbeda dengan empat terowongan lainnya yang sudah ditemukan terlebih dulu. Terlebih dengan cara mereka menyembunyikan pintu masuknya.

“Ini terlalu modern, bukan?” tukas Siwon yang menghampiri Il Ryong. “Tapi menggunakan darah untuk menjadi trigger pintu masuk ini terbuka juga terkesan begitu… Joseon.”

Il Ryong mendengus pelan mendengarnya. “Kita membawa lampu senter bukan?”

“Ada pada Kyuhyun dan Changmin,” tutur Siwon. “Apa terowongan ini yang dimaksud sebagai Project Cheonsin itu? Jalur kereta menuju surga.”

“Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya,” ujar Il Ryong yang kemudian berbalik. “Kita harus memasuki terowongan ini. Tolong lampu senternya?” tuturnya pada Kyuhyun dan Changmin.

Keduanya lalu membagikan lampu senter yang mereka bawa pada semua orang. Setelah lampu senter sudah dibagikan, satu per satu dari mereka memasuki terowongan tersebut. Yang paling akhir masuk adalah Yunho dan Changmin.

Jujur saja, keduanya merasa kalau setelah memasuki terowongan ini, akan sulit bagi mereka untuk kembali. Tapi keselamatan puluhan juta orang tengah menjadi taruhan saat ini. Kedunya berjalan memasuki terowongan dengan berpegangan tangan erat.

Itu sebuah terowongan buatan yang begitu besar dan minim penerangan. Ah, dibanding sebuah terowongan bawah tanah semasa perang, mungkin lebih terlihat sebagai stasiun kereta bawah tanah di Seoul yang masih dalam proses konstruksi. Dan setelah berjalan kurang lebih lima menit, akhirnya mereka melihat ujung awal jalur kereta yang dimaksud Project Cheonsin.

“Benar-benar sebuah jalur kereta,” gumam Seungwoo.

Dan bukan hanya jalur rel kereta saja, sorotan cahaya dari lampu senter yang mereka bawa juga memperlihatkan ada serangkaian kereta yang terlihat begitu canggih. Bukan kereta tradisional dengan bahan bakar batu bara, tapi benar-benar kereta modern yang membuat mereka terperangah.

“Wow…” gumam Kyuhyun.

Sepertinya hanya dalam waktu sepuluh tahun, persiapan Project Deity, mereka berhasil membangun jalur kereta berikut juga dengan armada kereta yang modern. Tapi apa hanya jalur kereta ini saja?

“Tidak ada waktu untuk terpukau,” sahut Il Ryong yang langsung berlari menuju kereta tersebut.

Begitu melihat Il Ryong berlari menuju peron kereta, semuanya langsung ikut berlari mengikuti. Jika kereta itu menjadi transportasi mereka untuk menuju gunung baekdu, maka mereka harus bergerak cepat. Terlebih dengan sisa waktu yang semakin menipis sebelum total shutdown.

“Il Ryong! Berapa lama sebelum Jenderal Song menekan tombolnya!” seru Baek Woo yang ikut berlari.

“Satu jam! Dan kita tidak tahu apakah kereta ini akan terpengaruh saat total shutdown terjadi!”

Satu jam?!!

 

 

to be continued…

*****

NOTE: Ini adalah akhir dari The Great Deity (PART 1)!

Ini adalah versi edit The Great Deity. Ternyata butuh waktu lama untuk proses editnya, karena di pertengahan cerita ada banyak yang aku ubah. Semoga untuk The Great Deity Part 2 bisa mulai dipublish bulan Agustus, karena bulan Juli aku masih agak sibuk dengan urusan PPDB di sekolah

 

Trims.

Andiera

One thought on “[SF] The Great Deity – Chapter 29 (Edited)

  1. Tetep semangat aja ya buat authornya….
    Sebagai pembaca aku tetep dukung utk hasil yg terbaik, pkoknya tetep lanjut aja jgn sampai cerita ini discontinue….

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.